Halo sobat Exsight! Sebagian besar pembaca mungkin lebih sering mendengar istilah Structural Equation Modelling (SEM) dibanding dengan Partial Least Square (PLS). PLS adalah jenis analisis statistik yang kegunaanya mirip dengan SEM. Penasaran? Yuk kepoin dalam salah satu metode statistika yang bernama PLS!
Pendekatan Partial Least Square pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold, seorang guru yang mengembangan SEM. Partial Least Square merupakan metode alternatif dari Structural Equation Modelling (SEM), yang menggunakan pendekatan variance based atau component based. Ghozali (2014:10) menjelaskan bahwa PLS adalah metode analisis yang bersifat soft modeling karena tidak mendasarkan pada asumsi data harus dengan skala pengukuran, distribusi data (distribution free) dan jumlah sample tertentu, yang berarti jumlah sample diperbolehkan kecil (di bawah 100 sample). Menurut Wolf dalam Ghozali (2014) pendekatan PLS lebih cocok untuk tujuan prediksi, oleh karena itu pendekatan untuk mengestimasi variable laten dianggap sebagai kombinasi linier dari indikator sehingga menghindarkan masalah indeterminacy dan memberikan definisi yang pasti dari komponen skor.
PLS dibandingkan dengan SEM dapat menangani dua masalah serius, yaitu:
- Solusi yang tidak dapat diterima (inadmissible solution). Hal ini terjadi karena PLS berbasis varians dan buka covarian, sehingga masalah matriks singularity tidak akan pernah terjadi. Di samping itu, PLS bekerja pada model structural yang bersifat rekursif, sehingga masalah un-identified, under-identified atau over-identified juga tidak akan terjadi.
- Faktor yang tidak dapat ditentukan (factor indeterminacy), yaitu adanya lebih dari satu factor yang terdapat dalam sekumpulan indicator sebuah variable. Khusus indicator yang bersifat formatif tidak memerlukan adanya common factor sehingga selalu akan diperoleh variable laten yang bersifat komposit. Dalam hal ini variable laten merupakan kombinasi linier dari indikator-indikatornya.
PLS memiliki beberapa kelebihan seperti, algoritma PLS tidak terbatas hanya untuk hubungan antara indikator dengan variable latennya yang bersifat refleksif namun juga bisa dipakai untuk hubungan formatif. Kelebihan lain yan dimiliki yakni PLS dapat digunakan untuk ukuran sampel yang relative kecil, PLS dapat digunakan untuk model yang sangat kompleks, dan dapat digunakan Ketika distribusi skew (Yamin dan Kurniawan, 2011). Namun, metode PLS juga memiliki kekurangan yaitu distribusi data tidak diketahui sehingga tidak bisa menilai signifikansi statistik. Kelemahan pada metode PLS ini dapat diatasi menggunakan metode resampling atau bootstrap. PLS dapat diolah dengan menggunakan software seperti SmartPLS, Warp PLS, Tetrad, PLS-PM, dan sebagainya.
VARIABEL DALAM PLS
Variabel Konstruk/Laten
- Konstruk adalah suatu ukuran yang abstrak, tidak dapat diamati langsung (unobservable).
- Di dalam model jalur, konstruk direpresentasikan dengan gambar lingkaran (o) atau oval (ᴑ)
- Jenis konstruk atau variabel laten:
a. Variabel eksogen (exogeneous variable) : sama dengan variabel independen / variabel bebas, yakni variabel yang bersifat mempengaruhi variabel lain, disimbolkan dengan ξ (dibaca ksi) dan dan ditandai dengan variabel dimana anak panah berawal
Dalam gambar 1 variabel eksogen dicontohkan dengan variabel A.
b. Variabel endogen (endogeneous variable) : sama dengan variabel dependen / variabel terikat, yakni variabel yang dipengaruhi, disimbolkan dengan η (dibaca eta) dan ditandai dengan variabel dimana anak panah berakhir
Dalam gambar 1, variabel endogen dicontohkan dengan variabel B dan C. Namun demikian, variabel endogen juga dapat berperan ganda, yakni berperan sebagai variabel bebas sekaligus juga variabel terikat, misalnya pada variabel perantara/intervening, seperti B. Untuk kasus seperti ini, maka B tetap dikatakan variabel endogen.
Indikator/Manifest/Observed
- Umumnya disebut sebagai item atau variabel manifest, yakni variabel yang dapat teramati/terukur (observed variables).
- Direpresentasikan dalam model jalur dengan gambar persegi panjang. Dalam gambar 1 dicontohkan dengan A1, A2, A3, B1, B2 dan C1.
ANALISIS PEMODELAN DENGAN PENDEKATAN PLS
Konseptualisasi Model
Konseptualisasi model adalah langkah awal dalam analisis PLS, dimana peneliti harus melakukan pengembangan dan pengukuran konstruk. Dalam tahap ini terdapat dua model yang akan dirancang, yaitu :
a. Merancang Model Struktural (Inner Model)
Model structural atau inner model merupakan model yang menggambarkan hubungan antar konstruk (variable laten). Hubungan antar konstruk didasarkan kepada teori atau asumsi-asumsi tertentu.
b. Merancang Model Pengukuran atau Measurement Model (Outer Model)
Model Pengukuran adalah model yang mendeskripsikan hubungan antar variable laten (konstruk) dengan indikatornya. Model-model pengukuran di dalam PLS ada dua, yaitu:
- Model reflektif: mengasumsikan bahwa konstruk atau variable laten mempengaruhi indikator. Arah panah berawal dari variable laten menuju kepada indikator.
- Model formatif: mengasumsikan bahwa semua indikator ke konstruk dan indikator sebagai grup secara Bersama-sama menentukan konsep atau makna empiris dari konstruk. Arah panah berawal dari indicator menuju ke variable laten.
Mengkonstruksikan Diagram Jalur (Path Diagram)
Path diagram dikonstruksi dengan menggunakan path models yang menjelaskan pola hubungan antara variabel laten dengan indikator-indikatornya, sehingga dengan memvisualisasikan hubungan antara indikator dengan konstruknya serta hubungan antara konstruk, maka akan lebih mempermudah peneliti untuk melihat model secara komprehensif.
Model Spesifikasi dengan PLS
Model analisis jalur semua variable laten dalam PLS terdiri tiga set hubungan, yaitu inner model yang spesifikasi hubungan antara variable laten (structural model), outer model yang merupakan spesifikasi hubungan antara variable laten dengan indicator atau variable manifestnya (measurement model), dan weight relation yang mana nilai kasus dari variable laten dapat diestimasi.
a. Inner Model
Inner model (inner relation structural model dan substantive theory) menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substantive theory. Dari model structural akan diperoleh besarnya pengaruh variable eksogen terhadap variable endogen baik langsung maupun tidak langsung. Model struktural dengan partial least square di desain untuk model recursive yaitu model yang menggambarkan hubungan kausal antara variabel laten eksogen dengan variabel laten endogen, atau disebut sebagai “hubungan sistem kausal berantai” (causal chain system), yang secara spesifik model persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :
Keterangan :
η = matriks variable laten endogen
β = koefisien matriks variable endogen
ξ = matriks konstruk laten eksogen
Г = koefisien matriks variable eksogen
ζ = inner model residual matriks
b. Outer Model
Outer model sering juga disebut (outer relation atau measurement model) mendefinisikan bagaiaman setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Blok dengan indicator refleksi dapat ditulis persamaan sebagai berikut:
Dengan x dan y adalah indikator atau variabel manifest untuk variabel laten eksogen ξ dan variabel laten endogen η, sedangkan dan adalah matriks loading yang menggambarkan koefisien regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten dengan indikatornya. Residual yang diukur dengan εx dan εy dapat diinterpretasikan sebagai kesalahan tingkat pengukuran atau noise.
Blok dengan indicator formatif dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut:
Dengan ξ sebagai variabel laten eksogen, η sebagai variabel laten endogen, x sebagai indikator pada variabel laten eksogen, y sebagai indikator untuk variabel laten endogen, πξ dan πη sebagai koefisien regresi berganda dari variabel laten dan blok indikator, serta dan sebagai residual regresi.
c. Weight Relation
Spesifikasi model pada outer model dan inner model dilakukan dalam tingkat konseptual, tidak secara nyata mengetahui nilai suatu variable laten. Oleh karena itu, diperlukan weight relation untuk nilai kasus variable yang diestimasi dalam PLS. Estimasi skor variable laten dapat dituliskan sebagai berikut:
Dengan ki adalah banyaknya variabel indikator untuk setiap variabel laten, Wbk dan Wjk adalah k weight yang digunakan untuk membentuk variabel laten ξb dan ηj . Penggunan relasi bobot dalam PLS dapat menghindari masalah ketidakpastian (factor indeterminacy) yang hadir dalam model structural berbasis kovarian
Estimasi Parameter PLS
Metode pendugaan parameter (estimasi) di dalam PLS adalah metode kuadrat terkecil (least square methods). Proses perhitungan dilakukan dengan cara iterasi, dimana iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi konvergen.
Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal, yaitu :
- Weight estimate digunakan untuk menciptakan skor variabel laten
- Estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan antar variabel laten dan estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya.
- Means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator dan variabel laten.
Estimasi dilakukan dengan algoritma PLS yang berlangsung dalam tiga tahap. Langkah pertama dalam estimasi PLS terdiri dari prosedur iterasi regresi sederhana atau regresi berganda dengan memperhitungkan hubungan model struktural/inner model, model pengukuran/outer model dan estimasi bobot/weight relation. Kemudian hasil dari estimasi satu set bobot digunakan untuk menghitung nilai skor variabel laten, yang mana merupakan kombinasi linier dari variabel indikator / manifest. Setelah estimasi skor variabel laten diperoleh, maka Langkah kedua dan ketiga melibatkan estimasi koefisien model struktural (inner model) dan koefisien dari masing-masing model pengukuran (outer model). Pada dasarnya algoritma PLS merupakan serangkaian regresi sederhana dan berganda dengan estimasi ordinary least square.
Evaluasi Model PLS
- Evaluasi Model Struktural (inner model)
Model structural dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen, Stone-Geisser Q-square test untuk predictive relevance, dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur structural. Perubahan nilai R2 dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantif (Ghozali, 2014:42). Nilai R2 dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Model PLS juga di evaluasi dengan melihat Q-square prediktif relevansi oleh model dan juga etimasi parameternya. Nilai Q-square > 0 menunjukkan model memilki predictive relevance, sebaliknya jika nilai Q-square ≤ 0 menunjukkan model kurang memiliki predictive relevance. Nilai Q-square dapat dihitung dengan rumus:
Besaran Q2 memiliki nilai dengan entang 0 < Q2 < 1, dimana semakin mendekati 1 berarti semakin baik. Besaran Q2 ini setara dengan koefisien determinasi total pada analisis jalur (path analysis).
2. Evaluasi Model Pengukuran (outer model)
Pengujian dengan PLS dimulai dengan pengujian model pengukuran untuk menguji validitas konstruk dan reliabilitas instrumen. Uji validitas dilakukan untuk mengukur kemampuan instrumen penelitian apa yang seharusnya diukur. Uji validitas konstruk dalam PLS dilaksanakan melalui uji convergent validity, discriminant validity dan average extracted (AVE). Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat ukur dalam mengukur konsep atau dapat juga digunakan untuk mengukur konsistensi responden dalam menjawab instrumen. Instrumen dikatakan andal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas dalam PLS dapat menggunakan metode composite reliability dan cronbach’s alpha.
Convergent validity dari model pengukuran dengan model reflektif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score/component score dengan construct score yang dihitung dengan PLS. Ukuran reflektif dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup.
Discriminant validity adalah membandingkan nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk lainnya dalam model. Jika nilai akar AVE setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai descriminant validity yang baik. Pengukuran ini dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas component score variabel laten dan hasilnya lebih konservatif dibandingkan dengan ukuran composite reliability. Direkomendasikan nilai AVE harus lebih besar 0,50. AVE dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Composite reliability merupakan Kelompok Indikator yang mengukur sebuah variabel memiliki reliabilitas komposit yang baik jika memiliki composite reliability ≥ 0.7, walaupun bukan merupakan standar absolut. Dapat dihitung dengan rumus :
3. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis (β, γ, dan λ) dilakukan dengan metode resampling Bootstrap yang dikembangkan oleh Geisser & Stone.a.
a. Hipotesis statistic untuk outer model
H0 : λi = 0
H0 : λi ≠ 0
b. Hipotesis statistic untuk inner model: variable eksogen terhadap endogen
H0 : γi = 0
H0 : γi ≠ 0
c. Hipotesis statistic untuk inner model: variable endogen terhadap endogen
H0 : βi = 0
H0 : βi ≠ 0
d. Statistik uji: t-test; p-value ≤ 0,05 (alpha 5%); signifikan
e. Outer model signifikan: indikator bersifat valid
f. Inner model signifikan: terdapat pengaruh signifikan
g. PLS tidak mengasumsikan data berdistribusi normal: menggunakan teknik resampling dengan metode bootstrap, dengan sampel minimum 30.
Sekian penjelasan terkait PLS. Jika masih ada yang dibingungkan bisa langsung saja ramaikan kolom komentar atau hubungi admin melalui tombol bantuan di kanan bawah. Stay tuned di website https://exsight.id/blog/ agar tidak ketinggalan artikel-artikel menarik lainnya.
REFERENSI
Ghozali, Imam., 2014, Structural Equation Modeling, Metode Alternatif dengan Partial Least Square (PLS), Edisi 4, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Yamin, S. dan Kurniawan, H. 2011. Partial Least Square Path Modelling. Buku Seri Keempat. Jakarta: Salemba Infotek.
good