Dhita Widhiastika

Distribusi Frekuensi – Tutorial SPSS (Studi Kasus: Distribusi Frekuensi Ukuran Ikan Tongkol Lisong)

Halo sobat Exsight, pada artikel ini kita akan belajar membuat tabel distribusi frekuensi menggunakan software SPSS. Nah, studi kasus kali ini di bidang perikanan yakni distribusi frekuensi ukuran ikan tongkol lisong (Auxis rochei), lebih tepatnya panjang total/total length (TL) ikan tongkol lisong ya. Yuk, kita simak bersama!

Pengertian

Distribusi frekuensi adalah metode untuk mengelompokkan data dan menunjukkan seberapa sering setiap nilai atau kategori muncul dalam sampel atau populasi. Distribusi frekuensi ini melakukan penyusunan data mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar dengan membagi banyaknya data ke dalam beberapa kelas agar mudah dipahami dan dibaca. Jenis distribusi frekuensi, salah satunya distribusi frekuensi kualitatif. Skala pengukuran yang dipergunakan untuk data kualitatif adalah skala nominal dan ordinal. Untuk pengamatan kualitatif ini kita perlu mendefinisikan kategori-kateori sedemikian rupa sehingga untuk setiap pengamatan hanya akan masuk dalam satu dan hanya satu kategori. Kumpulan data lalu dideksripsikan secara numerik dengan menghitung banyaknya pengamatan atau proporsi dari total.

Data yang telah diperoleh dari suatu penelitian dan masih berupa data acak dapat dibuat menjadi data yang berkelompok, yaitu data yang telah disusun ke dalam kelas-kelas tertentu. Daftar yang memuat data berkelompok disebut distribusi frekuensi atau tabel frekuensi. Distribusi frekuensi adalah susunan data menurut kelas interval tertentu atau menurut kategori tertentu dalam sebuah daftar (Hasan, 2001).

Komponen Penyusun Distribusi Frekuensi

Distribusi frekuensi dalam statistik memiliki beberapa bagian penting yang digunakan untuk menyusun tabel atau daftar distribusi frekuensi. Setiap bagian ini memiliki peran dan fungsi yang berbeda dalam mengelompokkan data sehingga memudahkan dalam memahami pola atau tren yang muncul. Berikut ini penjelasan mengenai setiap bagian dari distribusi frekuensi secara lebih rinci:

1) Kelas-kelas (Class): Kelas adalah pengelompokan nilai-nilai data acak atau variabel menjadi beberapa kelompok. Pengelompokan ini bertujuan untuk menyederhanakan data agar lebih mudah dianalisis. Setiap kelas mewakili rentang nilai tertentu dari data, sehingga data dapat disusun dan dilihat dalam kelompok yang lebih kecil dan terorganisir.

2) Batas Kelas (Class Limits): Batas kelas adalah nilai yang menandai atau memisahkan satu kelas dengan kelas lainnya. Batas kelas ini sebenarnya bersifat semu atau tidak nyata, karena terdapat celah di antara batas kelas tersebut. Batas kelas terdiri dari dua jenis, yaitu batas kelas bawah dan batas kelas atas. Batas kelas bawah adalah nilai terendah dalam suatu kelas, sedangkan batas kelas atas adalah nilai tertinggi dalam kelas tersebut.

3) Tepi Kelas (Class Boundaries): Tepi kelas, yang juga disebut batas nyata kelas, adalah batas kelas yang tidak memiliki celah di antara kelas-kelas yang berurutan. Ini berarti antara satu kelas dan kelas yang lain tidak ada celah atau ruang kosong untuk nilai tertentu. Tepi kelas terdiri dari tepi bawah dan tepi atas, yang menunjukkan batas yang lebih tepat antara kelas-kelas yang saling berurutan, sehingga distribusi data menjadi lebih akurat.

4) Titik Tengah Kelas atau Tanda Kelas (Class Mark): Titik tengah kelas adalah nilai yang berada di tengah suatu kelas dan berfungsi sebagai wakil atau perwakilan nilai dari kelas tersebut. Titik tengah kelas dapat dihitung dengan menambahkan batas atas dan batas bawah kelas, kemudian membaginya dengan dua. Rumusnya adalah: Titik tengah kelas = ½ (batas atas + batas bawah). Dengan adanya titik tengah ini, kita bisa memperoleh gambaran mengenai posisi atau lokasi rata-rata data di dalam suatu kelas tertentu.

5) Interval Kelas (Class Interval): Interval kelas adalah jarak atau rentang nilai antara satu kelas dengan kelas lainnya. Rentang ini menunjukkan perbedaan antara nilai-nilai dalam satu kelas dibandingkan dengan kelas lain. Interval kelas berfungsi untuk mengatur seberapa lebar atau sempit sebuah kelas dalam daftar distribusi, sehingga distribusi data dapat diatur dengan lebih proporsional.

6) Panjang Interval Kelas atau Luas Kelas (Class Width): Panjang interval kelas adalah selisih atau jarak antara tepi atas dan tepi bawah suatu kelas. Panjang interval ini sering kali digunakan untuk menilai konsistensi dalam pengelompokan data, di mana setiap kelas dalam tabel distribusi memiliki panjang yang sama atau bervariasi tergantung pada jenis distribusi yang digunakan. Panjang interval ini juga mempermudah pembacaan tabel distribusi, terutama untuk data dalam jumlah besar.

7) Frekuensi Kelas (Class Frequency): Frekuensi kelas adalah jumlah data yang termasuk ke dalam kelas tertentu dalam distribusi frekuensi. Frekuensi ini menunjukkan seberapa sering nilai-nilai data berada di dalam suatu kelas tertentu. Dengan mengetahui frekuensi kelas, kita bisa melihat seberapa padat atau tersebarnya data di dalam rentang nilai tertentu. Frekuensi kelas membantu mengidentifikasi tren atau pola yang mungkin muncul dalam data.

Dengan memahami setiap bagian dari distribusi frekuensi ini, kita dapat membuat tabel distribusi frekuensi yang lebih terstruktur dan informatif. Tabel ini nantinya dapat digunakan untuk berbagai analisis statistik, seperti mencari kecenderungan data, mengevaluasi pola distribusi, dan mendapatkan wawasan yang lebih dalam mengenai data yang sedang dianalisis. Dalam membuat tabel distribusi frekuensi, penting untuk menentukan batas kelas, interval, dan panjang interval yang tepat agar data terwakili secara akurat dan mudah dipahami.

Jenis Distribusi Frekuensi

Dalam statistik, distribusi frekuensi adalah konsep yang digunakan untuk mengelompokkan data ke dalam beberapa kategori atau kelas, sehingga kita bisa memahami pola yang ada dalam kumpulan data tersebut. Distribusi frekuensi memiliki beberapa jenis yang berbeda, tergantung pada karakteristik data dan tujuan analisis. Berikut adalah tiga jenis distribusi frekuensi utama yang biasa digunakan:

1) Distribusi Frekuensi Biasa
Distribusi frekuensi biasa adalah jenis distribusi yang hanya menunjukkan jumlah atau frekuensi setiap kelompok data. Dengan distribusi ini, kita dapat melihat berapa banyak data yang termasuk dalam masing-masing kelompok atau kelas. Distribusi frekuensi biasa terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu distribusi frekuensi numerik dan distribusi frekuensi peristiwa (atau kategori).

  • Distribusi Frekuensi Numerik: Dalam distribusi ini, data dikelompokkan berdasarkan nilai numeriknya. Contohnya, dalam data tinggi badan siswa, kita dapat mengelompokkan siswa berdasarkan rentang tinggi tertentu, seperti 150-160 cm, 160-170 cm, dan seterusnya.
  • Distribusi Frekuensi Peristiwa atau Kategori: Berbeda dengan frekuensi numerik, jenis distribusi ini digunakan untuk data kategori atau kualitatif. Misalnya, untuk data preferensi warna, kita bisa membuat kelompok berdasarkan warna favorit, seperti merah, biru, hijau, dan kuning, lalu menghitung berapa banyak orang yang memilih setiap warna tersebut.

2) Distribusi Frekuensi Relatif
Distribusi frekuensi relatif menunjukkan perbandingan atau proporsi dari setiap kelas atau kelompok terhadap jumlah total pengamatan yang ada. Dalam distribusi ini, kita menghitung seberapa besar data dalam setiap kelas dibandingkan dengan keseluruhan data, yang diwakili dalam bentuk persentase atau pecahan. Distribusi ini diperoleh dengan cara membagi frekuensi pada setiap kelas dengan total jumlah data. Dengan distribusi frekuensi relatif, kita dapat melihat seberapa signifikan setiap kelas atau kelompok data. Misalnya, jika kita memiliki data panjang ikan dan ingin mengetahui berapa persentase ikan yang memiliki panjang antara 135-150 mm, kita dapat menggunakan distribusi frekuensi relatif untuk mendapatkannya.

3) Distribusi Frekuensi Kumulatif
Distribusi frekuensi kumulatif adalah jenis distribusi yang menunjukkan frekuensi kumulatif atau total yang dijumlahkan dari kelas pertama hingga kelas tertentu. Dalam distribusi ini, kita mengumpulkan frekuensi secara bertahap hingga mencapai kelas terakhir. Distribusi ini sangat berguna ketika kita ingin melihat seberapa banyak data yang berada di bawah atau di atas nilai tertentu dalam data kita. Distribusi frekuensi kumulatif terdiri dari dua jenis:

  • Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang Dari: Dalam jenis ini, kita menjumlahkan frekuensi dari kelas yang paling rendah hingga kelas tertentu, sehingga kita dapat mengetahui berapa banyak data yang kurang dari atau di bawah nilai tertentu.
  • Distribusi Frekuensi Kumulatif Lebih Dari: Sebaliknya, pada distribusi ini, kita menjumlahkan frekuensi dari kelas tertentu hingga kelas yang paling tinggi, yang menunjukkan berapa banyak data yang berada di atas atau lebih dari nilai tertentu.

Distribusi frekuensi kumulatif biasanya disajikan dalam bentuk grafik yang disebut kurva ogif. Kurva ini menggambarkan akumulasi data dari kelas ke kelas, dan membantu dalam memahami pola penyebaran data secara keseluruhan.

Dengan memahami ketiga jenis distribusi frekuensi ini—distribusi frekuensi biasa, distribusi frekuensi relatif, dan distribusi frekuensi kumulatif—kita bisa mendapatkan wawasan lebih dalam tentang data yang kita miliki. Masing-masing jenis distribusi memiliki kegunaan tersendiri, tergantung pada apa yang ingin kita lihat dari data tersebut. Distribusi frekuensi biasa cocok digunakan untuk melihat jumlah setiap kelas atau kategori, distribusi frekuensi relatif cocok untuk melihat proporsi, dan distribusi frekuensi kumulatif berguna untuk analisis akumulasi data dari kelas terendah hingga tertinggi.

Penyusunan Distribusi Frekuensi

Untuk menyusun distribusi frekuensi dalam analisis statistik, ada beberapa langkah penting yang harus diikuti, dimulai dengan mengurutkan data dari nilai terkecil hingga terbesar. Setelah data diurutkan, langkah-langkah berikut ini akan membantu dalam menyusun distribusi frekuensi secara sistematis:

1) Menentukan Jangkauan (Range)
Langkah pertama setelah mengurutkan data adalah menghitung jangkauan, yang merupakan selisih antara nilai data terbesar dan terkecil. Jangkauan membantu dalam menentukan seberapa luas rentang data yang ada, yang nantinya akan digunakan untuk mengatur kelas-kelas dalam distribusi. Rumusnya adalah:

\text{Jangkauan} = \text{Data Terbesar} - \text{Data Terkecil}

2) Menentukan Jumlah Kelas (k)
Menentukan jumlah kelas adalah tahap penting dalam distribusi frekuensi. Untuk jumlah kelas, kita bisa menggunakan rumus Sturgess:

k = 1 + 3.3 \log(n)

Di sini, k adalah banyaknya kelas yang akan digunakan, dan n adalah total data. Rumus ini membantu memastikan bahwa jumlah kelas yang dipilih sesuai dengan ukuran data yang dimiliki, sehingga distribusi frekuensi dapat terbaca dengan baik.

3) Menentukan Panjang Interval Kelas
Panjang interval kelas adalah jarak yang memisahkan setiap kelas dalam distribusi. Interval ini akan membantu mempermudah pembagian data dalam setiap kelas. Rumusnya adalah:

i = \frac{\text{Jangkauan (R)}}{\text{Jumlah Kelas (k)}}

Interval kelas yang tepat membuat data lebih mudah dianalisis dan membantu menghindari kelas yang terlalu lebar atau terlalu sempit.

4) Menentukan Batas Bawah Kelas Pertama
Menentukan batas bawah kelas pertama adalah langkah penting dalam distribusi frekuensi. Batas bawah ini biasanya dimulai dari data terkecil atau bisa juga menggunakan nilai sedikit lebih rendah dari data terkecil, tergantung pada rentang data. Selisih antara batas bawah kelas pertama dan data terkecil biasanya kurang dari panjang interval kelas yang ditentukan sebelumnya. Batas ini akan menjadi acuan untuk menentukan batas kelas berikutnya.

5) Mengisi Frekuensi Kelas dalam Kolom Tally atau Turus
Langkah terakhir dalam menyusun distribusi frekuensi adalah mencatat frekuensi kelas ke dalam kolom turus atau tally. Kolom tally berfungsi sebagai catatan visual dari jumlah data yang ada pada setiap kelas. Dalam sistem tally, kita cukup mencoret satu garis untuk setiap data yang berada dalam kelas tertentu. Setelah seluruh data dicatat dalam kelas masing-masing, kita bisa mengetahui berapa banyak data yang berada pada setiap interval, sehingga kita mendapatkan distribusi frekuensi lengkap.

Dengan mengikuti langkah-langkah ini, distribusi frekuensi dapat disusun dengan lebih rapi dan memudahkan analisis data lebih lanjut. Distribusi frekuensi yang baik membantu dalam visualisasi pola data serta mempermudah perbandingan antar kelas atau kategori dalam data yang sedang dianalisis.

Tutorial SPSS – Distribusi Frekuensi Panjang Tongkol Lisong (Auxis rochei)

Ikan tongkol lisong (Auxis rochei) adalah salah satu jenis ikan pelagis besar yang tergolong dalam kelompok sheerfish dan tuna neritik. Ikan ini termasuk dalam famili Scombridae dan hidup di zona epipelagik hingga mesopelagik, yaitu daerah laut yang mencakup kedalaman dangkal hingga menengah. Penyebaran ikan tongkol lisong sangat dipengaruhi oleh suhu perairan, sehingga keberadaannya dapat bervariasi sesuai dengan perubahan suhu laut di berbagai wilayah.

Setiap tahun, ikan tongkol lisong menjadi salah satu target utama penangkapan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan permintaan yang terus meningkat. Ikan ini ditangkap dengan berbagai alat tangkap yang sesuai, seperti purse seine atau jaring lingkar dan alat pancing lainnya. Alat-alat tangkap ini dipilih karena mampu menangkap ikan pelagis dalam jumlah besar, terutama ketika ikan ini membentuk kumpulan di wilayah tertentu.

Penyebaran ikan tongkol lisong cukup luas di perairan tropis dan subtropis. Di Indonesia, ikan ini ditemukan di berbagai wilayah seperti perairan barat Sumatra, Samudra Hindia, Selat Makassar, perairan sekitar Nusa Penida Bali, dan Teluk Bone. Khusus di Selat Makassar, area ini menjadi salah satu lokasi utama penangkapan ikan tongkol lisong. Wilayah lain yang menjadi pusat pendaratan ikan tongkol lisong adalah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Labuan Bajo di Sulawesi Tengah, yang merupakan area penting untuk industri perikanan pelagis.

Adaptasi ikan tongkol lisong terhadap suhu air yang bervariasi memungkinkan ikan ini menyebar secara luas di berbagai jenis perairan, baik di lautan lepas maupun di wilayah perairan dekat pesisir. Mereka memiliki kemampuan untuk bermigrasi mengikuti arus laut dan perubahan suhu, yang memudahkan mereka beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Inilah sebabnya ikan tongkol lisong dapat ditemukan di berbagai wilayah tropis dan subtropis, mulai dari samudra terbuka hingga teluk dan selat yang dekat dengan pesisir.

Okey teman-teman semua, mari kita coba untuk membuat tabel distribusi frekuensi panjang ikan ya. Pada tutorial kali ini data yang dipakai yakni sampel panjang ikan tongkol lisong (Auxis rochei) yang berjumlah 74 sampel. Panjang ikan tersebut diukur panjang total nya atau total length (TL) dalam unit mili meter (mm). Teman-teman juga bisa download data panjang ikan di link ini ya untuk belajar bersama “Data Panjang Ikan Tongkol Lisong”. Pada link data tersebut, hanya data panjang ikan saja yang dapat dibagikan. Variabel lain dari data ini (berat ikan) tidak dapat dibagikan karena merupakan bagian dari data riset.

Tutorial SPSS

  • Siapkan data yang akan disusun menjadi tabel distribusi frekuensi panjang ikan. Jumlah data yang dikumpulkan dalam penelitian N = 74 sampel ikan tongkol lisong
  • Pada Variable View kita inputkan Panjang dan Berat pada kolom Name
  • Pada Label bisa kita tuliskan seperti di contoh, sesuai dengan kebutuhan data penelitian
  • Copy data dari excel kemudian paste pada SPSS di Data View
  • Pilih Analyze -> Descriptive Statistics -> Frequencies
  • Pindahkan variabel dari kotak kiri ke kotak kanan menggunakan tombol panah tersebut. Jangan lupa centang pada Display frequency tables, kemudian klik OK
  • Hitung nilai range (R), jumlah/banyak kelas (K), dan panjang kelas (P)
  • Susun intervaslnya sesuai dengan hasil perhitungan tersebut, seperti panduan di excel bawah ini
  • Transform data panjang untuk mendapatkan data frekuensi pada masing-masing kelas data
  • Klik Transform -> Recode into Different Variables
  • Masukkan variabel panjang, output variable kita ganti pada nama dan labelnya
  • Klik old and new values
  • Masukkan data panjang dan interval kelasnya
  • Pada Variable View, kita edit value sesuai dengan data panjang dan kelas
  • Kita analisis frekuensi lagi, kali ini data tersusun dari jumlah dan panjang kelas
  • Klik Analyze -> Descriptive Statistics -> Frequencies
  • Masukkan data transform interval kelasnya seperti di bawah ini
  • Berikut output yang dihasilkan yaitu tabel distribusi frekuensi panjang ikan tongkol
  • Dapat disimpulkan bahwa jumlah keseluruhan sampel ikan tongkol yakni 74 data dimana terdiri dari 7 kelas. Setiap kelas memiliki data frekuensi, persentase, keakuratan persentase, dan persentase kumulatif.
  • Misal pada baris pertama, terdapat 14 sampel dengan panjang 17.20 mm – 17.80 mm. Adapun 14 sampel ini merupakan 18.9% dari total keseluruhan sampel.
  • Pada baris kedua, terdapat 42 sampel dengan panjang 17.90 mm – 18.50 mm. Adapun 42 sampel ini merupakan 56.8% dari total keseluruhan sampel. Jika dijumlahkan dengan kelas sebelumnya, maka terdapat 75.7% sampel pada kelas 17.20 mm – 17.80 mm dan 17.90 mm – 18.50 mm.

Referensi

Hasanah, N., Putra, A. E., Nurdin, M. S., dan Maasily, I. S. 2022. Pertumbuhan Ikan Tongkol Lisong (Auxis rochei) di Selat Makassar Sulawesi Tengah. Prosiding Semnas Politani Pangkep. Vol 3.
Wahyuning, S. 2021. Dasar-Dasar Statistik. Yayasan Prima Agung: Semarang.

Sekian penjelasan artikel kali ini. Apabila masih ada yang dibingungkan bisa langsung saja ramaikan kolom komentar atau hubungi admin melalui tombol bantuan di kanan bawah. Stay tuned di website https://exsight.id/blog/ agar tidak ketinggalan artikel-artikel menarik lainnya. Bye bye!

Distribusi Frekuensi – Tutorial SPSS (Studi Kasus: Distribusi Frekuensi Ukuran Ikan Tongkol Lisong) Read More »

Uji Kruskal Wallis pada Analisis Statistik Komposisi Spesies Lobster

Pengertian Kruskal Wallis

Uji Kruskal Wallis adalah metode statistik non-parametrik yang dirancang untuk membandingkan tiga atau lebih kelompok independen. Uji ini sering disebut juga sebagai “analisis varian satu arah non-parametrik” karena bertujuan untuk menguji perbedaan lokasi antara kelompok. Tidak seperti metode parametrik ANOVA, uji Kruskal Wallis tidak memerlukan asumsi distribusi normal, sehingga cocok untuk data yang tidak memenuhi asumsi tersebut. Uji ini dikembangkan oleh William Kruskal dan W. Allen Wallis pada tahun 1952 sebagai pengembangan dari uji Mann-Whitney yang hanya menguji dua kelompok. Dengan menggunakan uji Kruskal Wallis, peneliti dapat mengevaluasi lebih dari dua kelompok secara simultan tanpa harus khawatir terhadap keterbatasan banyaknya kelompok data.

Prinsip utama dalam uji Kruskal Wallis adalah penggunaan peringkat (rank) sebagai dasar analisis. Data dari setiap kelompok diurutkan dan diberi peringkat, lalu peringkat-pangkat tersebut dibandingkan untuk mengetahui apakah ada perbedaan signifikan antar kelompok. Dalam uji ini, asumsi yang digunakan adalah bahwa populasi memiliki distribusi yang identik dan kontinu, kecuali mungkin dalam hal lokasi atau median. Langkah-langkah teknisnya melibatkan pembagian peringkat ke dalam kelompok-kelompok sampel, penghitungan statistik uji, dan kemudian membandingkannya dengan distribusi chi-kuadrat untuk menentukan signifikansi. Jika hasilnya signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan lokasi antara kelompok yang diuji

Uji Kruskal Wallis banyak digunakan dalam penelitian di mana data bersifat ordinal atau dalam situasi di mana sampel independen yang berjumlah tiga atau lebih dianalisis tanpa asumsi normalitas. Misalnya, dalam penelitian sosial atau kesehatan, peneliti mungkin ingin mengetahui apakah ada perbedaan tingkat kepuasan atau gejala antara beberapa kelompok yang ukurannya berbeda. Uji ini memberikan keunggulan dalam analisis data ordinal, memungkinkan peneliti untuk menghindari asumsi parametrik yang seringkali tidak realistis pada data ordinal. Dengan demikian, uji Kruskal Wallis menjadi alat statistik yang andal dan fleksibel untuk melakukan analisis multikelompok dalam konteks yang luas.

Rumus Kruskal Wallis

H = \frac{12}{N (N + 1)} \sum_{j=1}^{k} \frac{R_{j}^{2}}{n_{j}}- 3 (N +1)

Keterangan:

  • N = Jumlah total data (gabungan seluruh sampel)
  • k = Jumlah kelompok sampel atau kolom yang dibandingkan
  • Rj = Jumlah ranking pada kelompok j
  • nj​ = Banyaknya data dalam kelompok j

Karena nilai H yang dihitung mendekati distribusi Chi-Kuadrat (X2), untuk menguji signifikansi H, hasil ini dibandingkan dengan nilai kritis dari distribusi Chi-Kuadrat. Jika nilai H yang diperoleh lebih besar dari nilai kritis Chi-Kuadrat pada tingkat signifikansi tertentu, maka kita menolak hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan lokasi di antara kelompok-kelompok tersebut.

Asumsi Uji Kruskal Wallis

Sebelum melakukan uji Kruskal Wallis, penting untuk memahami beberapa asumsi yang mendasari penggunaan uji ini. Berikut adalah asumsi-asumsi yang harus dipenuhi:

  1. Contoh Acak
    Setiap contoh yang diambil harus mewakili populasi secara keseluruhan.
  2. Independensi Antar Contoh
    Selain independensi dalam setiap contoh, ada juga independensi antar contoh. Artinya, pengukuran dari satu kelompok tidak boleh memengaruhi pengukuran dari kelompok lain.
  3. Variabel Acak Kontinu
    Semua variabel acak yang digunakan dalam analisis harus kontinu. Meskipun beberapa nilai mungkin sama, uji ini masih dapat digunakan dengan memberikan peringkat pada data yang memiliki nilai kembar.
  4. Skala Pengukuran Minimal
    Skala pengukuran minimal yang dibutuhkan adalah skala ordinal berupa data urutan/peringkat.
  5. Identitas Fungsi Sebaran
    Fungsi sebaran dari k-populasi setidaknya ada populasi yang cenderung memiliki nilai lebih tinggi. Ini menunjukkan bahwa walaupun terdapat perbedaan di antara populasi, perbandingan yang dilakukan tetap dapat diandalkan.

Dengan memahami asumsi-asumsi ini, peneliti dapat lebih siap untuk melakukan analisis yang valid dan efektif.

Hipotesis dalam Uji Kruskal Wallis

Hipotesis yang diuji dalam uji Kruskal Wallis terdiri dari dua hipotesis, yaitu hipotesis nol (H0​) dan hipotesis alternatif (H1​). Berikut adalah penjelasan masing-masing hipotesis:

  1. Hipotesis Nol (H0​)
    Hipotesis nol menyatakan bahwa semua fungsi sebaran populasi identik, yang berarti tidak ada perbedaan signifikan dalam lokasi di antara kelompok yang diuji. Dalam konteks penelitian, hipotesis ini berfungsi sebagai titik awal yang ingin diuji kebenarannya.
  2. Hipotesis Alternatif (H1)
    Hipotesis alternatif menyatakan bahwa sedikitnya satu populasi cenderung memiliki nilai yang lebih besar atau lebih rendah dibandingkan populasi lainnya. Jika uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang signifikan, maka hipotesis nol dapat ditolak, yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diuji.

Prosedur Pelaksanaan Uji Kruskal Wallis

Pelaksanaan uji Kruskal Wallis melibatkan beberapa langkah penting yang harus diikuti untuk memastikan bahwa analisis dilakukan dengan benar. Berikut adalah prosedur langkah demi langkah untuk melaksanakan uji ini:

Langkah 1: Mengumpulkan dan Mengurutkan Data

  • Semua data dari kelompok yang diuji harus dikumpulkan dan diurutkan dari nilai terkecil hingga terbesar. Pengurutan ini penting untuk memberikan peringkat yang akurat dan mencerminkan posisi relatif data dalam keseluruhan sampel.
  • Jika data belum dalam bentuk ordinal, langkah selanjutnya adalah mengubah data menjadi data ordinal dengan menentukan peringkat untuk masing-masing data.

Langkah 2: Menentukan Peringkat

Setelah data diurutkan, berikan peringkat pada setiap nilai. Untuk nilai yang sama, berikan peringkat rata-rata. Misalnya, jika dua data memiliki nilai yang sama dan berada di posisi ke-3 dan ke-4, keduanya akan mendapatkan peringkat 3,5.

Langkah 3: Menghitung Jumlah Peringkat

Setelah semua data diberi peringkat, hitung jumlah peringkat untuk masing-masing kelompok. Jumlah peringkat ini diperlukan untuk menghitung statistik uji Kruskal Wallis.

Langkah 4: Menghitung Statistik Uji

Menghitung dengan rumus Kruskal Wallis atau dengan menggunakan software SPSS

Langkah 5: Membandingkan dengan Nilai Kritis Chi-Kuadrat

Setelah menghitung nilai H, bandingkan dengan nilai kritis dari distribusi Chi-Kuadrat untuk tingkat signifikansi yang telah ditentukan. Jika nilai H yang diperoleh lebih besar dari nilai kritis, maka hipotesis nol ditolak, yang berarti terdapat perbedaan signifikan di antara kelompok yang diuji.

Contoh Kasus: Komposisi Lobster dengan Uji Kruskal Wallis

Analisis komposisi spesies lobster merupakan bagian penting dalam penelitian perikanan. Lobster memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan berkontribusi pada ekosistem laut. Di banyak negara, lobster adalah salah satu komoditas yang paling dicari, dan pemahaman yang mendalam tentang spesies lobster yang ada serta pola tangkapannya sangat diperlukan untuk mengelola sumber daya ini secara berkelanjutan. Ketersediaan lobster yang beragam, baik dalam hal spesies maupun ukuran, menjadikannya objek penelitian yang menarik bagi para ilmuwan dan pengelola sumber daya. Dalam konteks ini, analisis statistik berperan penting untuk menarik kesimpulan dari data yang diperoleh. Salah satu metode statistik yang dapat digunakan adalah uji Kruskal Wallis, yang dirancang untuk membandingkan tiga kelompok data atau lebih. Artikel ini akan membahas langkah-langkah analisis, hasil yang diperoleh.

Pada artikel Exsight sebelumnya sudah dibahas terkait teknis pengolahan data dengan uji Kruskal Wallis dengan software R-Studio

Pentingnya Analisis Komposisi Spesies Lobster

Lobster, terutama di daerah pesisir, memiliki peran ekologis yang penting. Sebagai predator, mereka membantu mengendalikan populasi organisme lain di ekosistem laut. Selain itu, lobster juga merupakan sumber mata pencaharian bagi banyak komunitas pesisir. Oleh karena itu, memahami komposisi spesies lobster tidak hanya penting dari perspektif ilmiah tetapi juga dari sudut pandang ekonomi dan sosial.

Ketidakpastian dalam komposisi spesies dapat menyebabkan keputusan yang tidak tepat dalam pengelolaan perikanan. Misalnya, jika suatu spesies lobster diketahui lebih rentan terhadap penangkapan berlebihan, pengelola perikanan perlu mengambil tindakan untuk melindungi spesies tersebut. Dengan demikian, analisis statistik menjadi alat yang sangat berharga dalam memahami keberagaman spesies lobster dan dalam merumuskan kebijakan yang tepat.

Contoh penerapan hipotesis ini dalam penelitian lobster dapat dilihat pada pengumpulan data hasil tangkapan dari spesies lobster pasir, mutiara, bambu, dan pakistan. Dengan menggunakan data yang sudah dikumpulkan, analisis dapat memberikan wawasan tentang spesies mana yang lebih mendominasi hasil tangkapan.

Uji Kruskal Wallis tidak hanya membantu menentukan apakah ada perbedaan antara kelompok, tetapi juga memberikan informasi mengenai variasi di dalam setiap kelompok. Hal ini penting untuk memahami dinamika populasi lobster di berbagai lokasi.

Hipotesis dalam Uji Kruskal Wallis

Sebelum menjalankan uji Kruskal Wallis, penting untuk menyusun hipotesis yang akan diuji.

  • Hipotesis Nol (H0): Tidak ada perbedaan signifikan dalam komposisi hasil tangkapan lobster antar spesies.
  • Hipotesis Alternatif (H1): Ada perbedaan signifikan dalam komposisi hasil tangkapan lobster antar spesies.

Contoh penerapan hipotesis ini dalam penelitian lobster dapat dilihat pada pengumpulan data hasil tangkapan dari spesies lobster pasir, mutiara, bambu, dan pakistan. Dengan menggunakan data yang sudah dikumpulkan, analisis dapat memberikan wawasan tentang spesies mana yang lebih mendominasi hasil tangkapan.

Hasil Uji Kruskal Wallis

Setelah menjalankan uji Kruskal Wallis, hasil yang diperoleh menunjukkan nilai Asymp. Sig. sebesar 0,000, yang berarti kurang dari 0,05. Ini mengindikasikan bahwa kita dapat menerima hipotesis alternatif (H1), yang menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam komposisi setiap spesies lobster.

Hasil analisis ini memberikan gambaran bahwa spesies lobster tidak tersebar merata, dan ada faktor-faktor yang mungkin memengaruhi perbedaan tersebut, seperti lokasi penangkapan, musim, dan metode penangkapan. Misalnya, jika lobster pasir memiliki rata-rata hasil tangkapan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan spesies lainnya, ini bisa menunjukkan bahwa spesies tersebut lebih umum ditemukan di area tertentu atau memiliki siklus hidup yang lebih menguntungkan untuk penangkapan.

Hasil ini juga dapat menunjukkan adanya dampak lingkungan yang memengaruhi kelimpahan spesies tertentu. Misalnya, pencemaran laut, perubahan suhu, dan aktivitas manusia seperti penangkapan ikan yang berlebihan dapat memengaruhi populasi lobster di suatu daerah.

Grafik komposisi antar spesies dengan uji kruskal wallis

Kelebihan dan Kekurangan Uji Kruskal Wallis

Kelebihan

  • Tidak Memerlukan Asumsi Normalitas: Salah satu keunggulan utama uji Kruskal Wallis adalah kemampuannya untuk menganalisis data yang tidak terdistribusi normal. Ini membuatnya lebih fleksibel dibandingkan ANOVA yang bersifat parametrik.
  • Dapat Menggunakan Data Ordinal: Uji ini dapat diterapkan pada data ordinal, yang sering kali ditemukan dalam penelitian sosial dan psikologi. Ini memungkinkan peneliti untuk menganalisis data yang mungkin tidak memenuhi syarat untuk analisis parametrik.
  • Mampu Menangani Kelompok Berbeda Ukuran: Uji Kruskal Wallis dapat diterapkan meskipun ukuran kelompok yang dibandingkan tidak sama, sehingga memberikan kebebasan lebih dalam perancangan eksperimen.

Kekurangan

  • Informasi yang Hilang: Uji Kruskal Wallis tidak memberikan informasi tentang perbedaan spesifik antara kelompok. Jika ditemukan perbedaan signifikan, analisis tambahan mungkin diperlukan untuk menentukan kelompok mana yang berbeda.
  • Kurangnya Kekuatan Statistik: Dalam beberapa kasus, uji ini mungkin kurang sensitif dibandingkan uji parametrik, terutama jika ukuran sampel kecil.
  • Hasil yang Tidak Membedakan Antara Kelompok: Jika hanya satu kelompok yang berbeda, uji ini tidak dapat menunjukkan seberapa besar perbedaan antara kelompok tersebut.

Kesimpulan

Uji Kruskal Wallis adalah metode statistik yang efektif untuk menganalisis perbedaan komposisi spesies lobster ketika data tidak terdistribusi normal. Melalui uji ini, dapat diidentifikasi adanya perbedaan signifikan dalam hasil tangkapan antar berbagai spesies lobster, seperti lobster pasir dan lobster mutiara. Hasil analisis ini sangat penting bagi pengelola perikanan dalam merumuskan kebijakan pengelolaan dan konservasi yang lebih tepat, memastikan keberlanjutan populasi lobster dan kesehatan ekosistem laut secara keseluruhan.

Referensi

Nugroho, Sigit. 2008. Metode Statistika Nonparametrik. Bengkulu: UNIB Press.

Setyanto, A. et al. 2021. Population structure and biological aspects of lobster (Panulirus spp.) of the Madura Strait landed in Situbondo of East Java, Indonesia. IOP Conference Series Earth and Environmental Science· 919(1):012015

WIdhiastika, Dhita. 2021. Analisis Sebaran Frekuensi Panjang Karapas dan Hubungan Panjang Berat Lobster (Panulirus spp) yang Didaratkan di Perairan Situbondo, Jawa Timur

https://scuba.spanglers.com/species/panulirus-penicillatus

Sekian penjelasan artikel kali ini. Apabila masih ada yang dibingungkan bisa langsung saja ramaikan kolom komentar atau hubungi admin melalui tombol bantuan di kanan bawah. Stay tuned di website https://exsight.id/blog/ agar tidak ketinggalan artikel-artikel menarik lainnya. Bye bye!

Uji Kruskal Wallis pada Analisis Statistik Komposisi Spesies Lobster Read More »

Uji Validitas dan Reliabilitas dalam Penelitian Berbasis Data

Dalam penelitian, uji validitas dan reliabilitas instrumen merupakan dua proses utama yang harus dilakukan untuk memastikan akurasi data. Tanpa dua elemen ini, data yang dihasilkan bisa saja tidak akurat dan sulit dipertanggungjawabkan. Pengujian instrumen data merupakan langkah krusial dalam penelitian, karena memastikan bahwa alat ukur yang digunakan mampu memberikan data yang valid dan reliabel.

Nah, pada artikel Exsight terdahulu pernah dibahas terkait Uji Validitas dan Reliabilitas pada Data Kuesioner Penelitian dan studi kasus beserta tutorial Uji Validitas Menggunakan SPSS

Artikel ini membahas dua aspek penting dalam uji instrumen data: validitas dan reliabilitas. Mari kita eksplorasi lebih dalam mengenai pengertian, kegunaan, jenis-jenis, dan rumus-rumus yang digunakan dalam pengujian ini, serta contoh kasus untuk memudahkan pemahaman.

Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas

Pengertian

Validitas berasal dari istilah validity, yang merujuk pada sejauh mana suatu alat ukur dapat menghasilkan pengukuran yang tepat dan akurat. Menurut Azwar (1986), validitas adalah kemampuan instrumen dalam melakukan fungsi ukurnya, sementara Arikunto (1999) menegaskan bahwa validitas menunjukkan tingkat kesahihan suatu tes. Dalam hal ini, instrumen dianggap valid jika ia benar-benar mengukur apa yang dimaksud untuk diukur.

Kegunaan

Kegunaan dari pengujian validitas adalah untuk memastikan bahwa instrumen pengukuran yang digunakan dapat memberikan data yang relevan dan sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan kata lain, validitas membantu menjamin bahwa hasil pengukuran benar-benar mencerminkan kondisi yang ingin diketahui.

Jenis Validitas

Menurut Sudijono (2009), validitas dapat dibedakan menjadi dua jenis utama:

  1. Validitas Rasional: Diperoleh melalui analisis logis dan pemikiran yang mendalam. Dalam kategori ini, terdapat dua sub-jenis:
    • Validitas Isi (Content Validity): Menilai sejauh mana isi tes mewakili keseluruhan materi yang seharusnya diujikan.
    • Validitas Konstruksi (Construct Validity): Menilai apakah instrumen dapat mencerminkan konstruksi teori psikologis yang relevan.
  2. Validitas Empirik: Diperoleh melalui pengamatan dan analisis data di lapangan. Ini juga mencakup:
    • Validitas Ramalan (Predictive Validity): Seberapa baik instrumen dapat meramalkan hasil di masa depan.
    • Validitas Bandingan (Concurrent Validity): Kemampuan instrumen untuk menunjukkan hubungan yang relevan dengan tes lain dalam waktu yang bersamaan.

Contoh Kasus Validitas

Misalkan kita mengembangkan kuesioner untuk mengukur tingkat kepuasan siswa terhadap pembelajaran daring. Validitas isi dapat diuji dengan memastikan bahwa semua aspek pembelajaran daring, seperti interaksi dengan guru dan kualitas materi, terwakili dalam kuesioner.

Rumus Validitas

Dalam pengujian validitas, kita dapat menggunakan rumus korelasi Bivariate Pearson (Product Moment) dan Corrected Item-Total Correlation. Berikut adalah rumusnya:

  • Korelasi Bivariate Pearson:
r_{xy} = \frac{n (\sum xy)-(\sum x)(\sum y)}{\sqrt{\left [ n\sum x^{2}-(\sum x)^{2} \right ]\left [ n\sum y^{2}-(\sum y)^{2} \right ]}}

Keterangan:
r = Koefisien korelasi
n = Jumlah pasangan data
x dan y = Variabel yang diukur

Corrected Item-Total Correlation:

r_{i(x-i)}= \frac{n(\sum xx_{i})-\sum x\cdot \sum x_{i}}{\sqrt{[n\sum x^{2}-(\sum x)^{2}] [n\sum x_{i}^{2}-(\sum x_{i})^{2}]}}

Keterangan:
ri(x−i)​ = Koefisien korelasi antara item dan total
n = Banyak subjek yang mengikuti tes

Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dalam uji validitas diinterpretasikan sebagai berikut:

  • 0,80 < r 1,00 = sangat tinggi
  • 0,60 < r 0,80 = tinggi
  • 0,40 < r 0,60 = cukup
  • 0,20 < r 0,40 = rendah
  • 0,00 < r 0,20 = sangat rendah

Contoh Kasus Soal Validitas

Soal: Seorang peneliti ingin menguji validitas kuesioner kepuasan belajar siswa. Hasil pengukuran untuk dua variabel, yaitu Skor Kuesioner (X) dan Skor Ujian (Y) adalah sebagai berikut:

SiswaSkor Kuesioner (X)Skor Ujian (Y)
A785
B680
C990
D575
E888

Hitunglah koefisien korelasi menggunakan rumus Bivariate Pearson!

Jawaban:
Setelah menghitung berdasarkan rumus di atas, kita dapatkan nilai rxy​ yang menunjukkan validitas kuesioner. Misalkan hasil perhitungan menunjukkan rxy=0,85 yang berarti validitas kuesioner sangat tinggi.

Uji Reliabilitas

Pengertian

Reliabilitas berasal dari istilah reliability, yang menggambarkan konsistensi pengukuran dari suatu alat ukur. Menurut Walizer (1987), reliabilitas mengacu pada keajegan pengukuran, dan menurut Sugiharto dan Situnjak (2006), instrumen yang reliabel dapat dipercaya untuk mengumpulkan data yang sebenarnya.

Contoh Kasus Reliabilitas

Misalkan seorang guru mengembangkan kuesioner untuk mengukur motivasi belajar siswa. Ia menguji reliabilitas kuesioner tersebut dengan memberikan tes yang sama kepada kelompok siswa yang sama dalam dua kesempatan berbeda. Jika hasilnya konsisten, maka kuesioner tersebut dianggap reliabel.

Rumus Reliabilitas

Rumus yang umum digunakan untuk menghitung reliabilitas adalah Alpha Cronbach:

\alpha = \frac{k}{k-1}(1-\frac{\sum \sigma _{i}^{2}}{\sigma _{t}^{2}})

Di mana:

  • α = Koefisien reliabilitas
  • k = Jumlah item dalam kuesioner
  • σi2​ = Varians skor item
  • σt2​ = Varians total

Interpretasi Reliabilitas

  • Jika α > 0.90 = reliabilitas sempurna
  • Jika 0.70 < α 0.90 = reliabilitas tinggi
  • Jika 0.50 < α 0.70 = reliabilitas moderat
  • Jika α 0.50 = reliabilitas rendah

Contoh Kasus Soal Reliabilitas

Soal: Setelah menguji reliabilitas kuesioner motivasi belajar, didapatkan hasil varians sebagai berikut:

ItemVarians
12.5
23.0
34.0
41.5

Hitunglah koefisien reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach jika total varians kuesioner adalah 12.5!

Jawaban: Setelah menghitung dengan rumus Alpha Cronbach, didapatkan α yang menunjukkan tingkat reliabilitas. Misalkan hasil perhitungan menunjukkan α=0.75, yang berarti kuesioner tersebut memiliki reliabilitas yang tinggi.

Cara Menginterpretasi Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Menginterpretasi Hasil Uji Validitas:

  • Jika nilai validitas tinggi, instrumen dianggap tepat dalam mengukur apa yang seharusnya diukur.
  • Nilai validitas yang rendah menunjukkan bahwa instrumen mungkin tidak cocok untuk tujuan penelitian.

Menginterpretasi Hasil Uji Reliabilitas:

  • Jika koefisien Alpha Cronbach mendekati 1.00, instrumen memiliki reliabilitas yang tinggi.
  • Nilai Alpha di bawah 0.50 mengindikasikan reliabilitas rendah, sehingga instrumen perlu dievaluasi atau disesuaikan.

Interpretasi ini berguna untuk memastikan bahwa instrumen yang digunakan telah memenuhi kriteria akurasi dan konsistensi.

Peran Uji Validitas dan Reliabilitas dalam Peningkatan Kualitas Penelitian

Melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian sangat penting dalam menghasilkan data yang berkualitas tinggi. Berikut adalah beberapa alasan mengapa uji ini penting:

  • Memastikan Konsistensi dan Akurasi Data: Data yang akurat memastikan hasil penelitian yang benar-benar sesuai dengan kondisi sebenarnya.
  • Meminimalkan Bias dalam Penelitian: Dengan instrumen yang valid dan reliabel, bias dalam pengumpulan data dapat diminimalisasi.
  • Mendukung Pengambilan Keputusan yang Lebih Baik: Data berkualitas tinggi dapat digunakan sebagai dasar keputusan yang lebih kuat dan dapat dipertanggungjawabkan.
  • Meningkatkan Reputasi Peneliti dan Lembaga Penelitian: Penelitian yang didasarkan pada instrumen yang valid dan reliabel akan menghasilkan hasil yang kredibel, yang akan meningkatkan kepercayaan terhadap peneliti maupun institusinya.

Uji validitas dan reliabilitas membantu menjaga integritas penelitian, memastikan data yang dihasilkan benar-benar menggambarkan situasi yang diukur.

Kesalahan Umum dalam Pengujian Instrumen

  1. Menggunakan Instrumen yang Tidak Tepat: Instrumen yang tidak relevan dengan tujuan penelitian akan memengaruhi keakuratan hasil uji validitas dan reliabilitas.
  2. Mengabaikan Kondisi Responden: Jika responden tidak memahami instrumen yang digunakan, ini dapat menurunkan validitas dan reliabilitas.
  3. Keterbatasan Ukuran Sampel: Ukuran sampel yang terlalu kecil akan memengaruhi tingkat kepercayaan hasil uji.

Kesalahan-kesalahan ini perlu dihindari untuk meningkatkan kualitas data yang diperoleh dari penelitian.

Perbedaan antara Validitas dan Reliabilitas

Berikut adalah tabel ringkas yang menggambarkan perbedaan antara validitas dan reliabilitas:

AspekValiditasReliabilitas
DefinisiKetepatan instrumen dalam mengukur apa yang seharusnya diukur.Konsistensi hasil pengukuran saat diulang.
TujuanMenilai apakah alat ukur sesuai dengan tujuan penelitian.Menilai kestabilan dan konsistensi hasil pengukuran.
Tipe PengukuranMengukur akurasi atau relevansi instrumen.Mengukur keandalan atau stabilitas instrumen.
Metode UjiKorelasi antar item, validitas isi, validitas konstruk, dll.Alpha Cronbach, tes-retest, uji konsistensi internal.
Hasil yang DiharapkanTingkat kesesuaian yang tinggi dengan tujuan atau konstruk teoretis.Koefisien yang tinggi menunjukkan konsistensi hasil pengukuran.
Contoh InterpretasiNilai korelasi ≥ 0.6 dianggap valid (untuk sebagian besar tes).Nilai Alpha Cronbach ≥ 0.7 menunjukkan reliabilitas yang baik.
KegunaanMengukur apakah instrumen menilai aspek yang relevan.Memastikan hasil yang serupa pada pengulangan pengukuran.

Tabel ini membantu membedakan peran dan fungsi masing-masing aspek dalam konteks pengukuran kualitas instrumen penelitian.

Reliabilitas merujuk pada konsistensi hasil tes dalam kondisi serupa, sementara validitas mengacu pada seberapa baik tes tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Sebagaimana reliabilitas, tidak ada batasan baku untuk menyatakan koefisien validitas harus mencapai angka tertentu agar dinyatakan valid. Koefisien validitas yang tidak begitu tinggi masih bisa diterima, tergantung pada tujuan praktis penggunaannya. Koefisien validitas rendah tetap bisa bermanfaat, misalnya untuk membedakan subjek dalam suatu kelompok atau dalam seleksi item.

Koefisien reliabilitas tinggi kadang-kadang dianggap memberi rasa aman bagi pengguna tes, namun ini bisa menjadi rasa aman semu. Seperti yang dijelaskan oleh Guilford (1954), faktor dalam tes tersebut perlu diperhitungkan agar hasilnya benar-benar bermakna. Dalam beberapa kasus, koefisien reliabilitas yang rendah (misalnya r = 0,40) bisa tetap relevan, terutama jika tes digunakan bersama alat ukur lain dalam perangkat tes tertentu.

Fungsi tes yang beragam membutuhkan standar reliabilitas yang berbeda. Untuk tujuan diagnosis dan prediksi, koefisien reliabilitas tinggi umumnya diharapkan. Banyak tes modern fokus pada konsistensi internal sebagai tolok ukur reliabilitas, namun demikian, nilai tinggi koefisien bukanlah satu-satunya penentu kualitas tes. Lebih penting lagi adalah seberapa jauh hasil tes berguna dalam pengambilan keputusan praktis.

Kesimpulan

Uji validitas dan reliabilitas merupakan aspek penting dalam pengembangan instrumen data. Memastikan bahwa instrumen yang digunakan valid dan reliabel tidak hanya meningkatkan kualitas penelitian tetapi juga memperkuat kepercayaan terhadap hasil yang diperoleh. Dengan pemahaman yang mendalam tentang kedua uji ini, peneliti dapat lebih percaya diri dalam menghasilkan data yang akurat dan bermanfaat.

Memahami validitas dan reliabilitas sangat penting untuk memastikan hasil penelitian yang akurat dan dapat dipercaya. Penelitian yang menggunakan instrumen yang valid dan reliabel akan memberikan hasil yang lebih dapat diandalkan, meningkatkan kepercayaan dalam temuan dan rekomendasi yang dibuat.

Untuk informasi lebih lanjut tentang pengolahan data dan instrumen penelitian, jangan ragu untuk mengeksplorasi lebih banyak artikel kami. Dengan pengetahuan yang tepat, Anda dapat membangun instrumen penelitian yang kuat dan efektif!

Referensi

Kuncoro, Haryo. 2018. Statistika Deskriptif, Bumi Aksara: Jakarta
Nawari. 2010. Analisis Regresi dengan MS Excel 2007 dan SPSS 17. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Riduawan. 2009. Pengantar statistika sosial. Bandung: Alfabeta.
Saleh, Samsubar. 2004. Statistik Deskriptif. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Sudijono, Anas. 2015. Pengantar Statistik Pendidikan. Raja Grafindo Persada: Jakarta
Sugiarto, dkk. 2001. Teknik Sampling. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ulum, M. 2016. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas.
Wahyuning, Sri. 2021. Dasar-Dasar Statistik. Yayasan Prima Agus Teknik: Semarang
https://www.voxco.com/blog/achieving-reliability-and-validity-in-survey-research/

Sekian penjelasan artikel kali ini. Apabila masih ada yang dibingungkan bisa langsung saja ramaikan kolom komentar atau hubungi admin melalui tombol bantuan di kanan bawah. Stay tuned di website https://exsight.id/blog/ agar tidak ketinggalan artikel-artikel menarik lainnya. Bye bye!

Uji Validitas dan Reliabilitas dalam Penelitian Berbasis Data Read More »

Hubungi Admin
Halo, selamat datang di Exsight! 👋

Hari ini kita ada DISKON 20% untuk semua transaksi. Klaim sekarang!